Pada tanggal 26 April 2017 lalu, Jakarta dihebohkan dengan banyaknya
karangan bunga yang ada di depan balai kota. Fenomena ini menjadi perhatian
banyak pihak, baik di Jakarta sendiri maupun sampai di daerah-daerah lain,
bahkan mungkin juga sampai ke manca negara.
Karangan bunga itu ternyata bukan hanya datang dari warga
Jakarta tetapi juga dari warga luar Jakarta. Bahkan kabarnya karangan bunga yang
ada di balai kota tersebut mencapai 5.016 buah (sumber: Kompas.com),
dan karena keterbatasan tempat di balai kota, karangan bunga yang akan diberikan
ke Ahok dan Djarot itu sampai diletakkan mengelilingi kawasan Monas dan
sekitarnya.
Fenomena ini baru pertama kali terjadi dalam dunia
perpolitikan di Indonesia. Bagimana mungkin seseorang yang kalah dalam suatu
Pemilihan Kepala Daerah justru mendapatkan respon yang sangat luar biasa
besarnya dari warga yang pernah dipimpinnya?
Tentunya karangan bunga tesebut adalah sebuah bentuk/simbol dari
masyarakat untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan suatu pesan. Simbol yang
disampaikan akan bermakna bagi pihak lain bila simbol bunga tersebut dimaknai
sama dengan yang dimaksud oleh pengirim/pemberinya. Jadi, pemaknaan terhadap
ribuan karangan bunga yang terkirim tersebut sangat bergantung pada pemaknaan
masing-masing. Oleh karena itu, tidak salah bila pengiriman ribuan bunga itu
sebagai dukungan moral, rasa simpati, dukungan pada aparat dalam bertindak,
atau sebaliknya tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai bagaian dari rekayasa,
bahkan pencitraan.
Menurut saya, dari fenomena karangan bunga ini sebagai
bentuk komunikasi politik mengandung sisi positif dan negatifnya.
Sisi positifnya, dengan mengirim karangan bunga tersebut situasi
politik yang panas di Jakarta belakang-belakangan ini bisa mendingin, kehebohan
massa dalam jumlah besar yang rawan memunculkan konflik, bahkan kerusuhan bisa
dihindari. Di sisi lain, para pedagang serta pengrajin karangan bunga juga
memperoleh rezeki yang tidak terduga. Sisi negatifnya, banyaknya sampah yang dihasilkan
justru menimbulkan pandangan negatif dari pihak lain.
Dari penjelasan saya diatas, bila dikaitkan dengan teori
Lasswell maka:
- Who, disini tertuju oleh komunikator yang tidak lain adalah sebagian warga Jakarta dan warga dari luar Jakarta.
- Says What, yaitu pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Melalui karangan bunga, pesan yang disampaikan pada fenomena komunikasi politik
tersebut adalah ucapan terima kasih, rasa sedih, apresiasi, bahkan juga
dukungan kepada Ahok & Djarot.
- In Which Channel, dari penjelasan diatas kita bisa melihat
melalui media apa sebagian warga Jakarta dan warga dari luar Jakarta menyampaikan
pesan yang ingin disampaikan. Yaitu dengan karangan bunga, dengan begitu ini
merupakan media terbaru yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesannya
politiknya.
- To Whom, pesan yang disampaikan melalu karangan
bunga tertuju untuk pasangan gubernur Ahok & Djarot yang akan melepas
jabatannya karena kalah dalam PILKADA 2017 lalu, dan para aparat yang telah
bertugas.
- With What Effect, dampak umum yang dihasilkan begitu beragam, dari antusiasme masyarakat yang tinggi hingga berbagai presepsi yang timbul di masyarakat, mulai dari positif sampai negatif. Namun, dari fenomena karangan bunga tersebut sebagai bentuk komunikasi politik mengandung dampak positif dan negatif yang pasti. Dampak positifnya pesan yang disampaikan tertuju langsung kepada Ahok & Djarot, terbuka sehingga masyarakat bisa menilai secara langsung. Sedangkan dampak negatifnya, ketidak efektifan dalam berkomunikasi karena memerlukan biaya yang cukup besar, memerlukan tempat yang luas, dan meninggalkan sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar