Halaman

Minggu, 07 Mei 2017

Fenomena Karangan Bunga Untuk Ahok & Djarot

Pada tanggal 26 April 2017 lalu, Jakarta dihebohkan dengan banyaknya karangan bunga yang ada di depan balai kota. Fenomena ini menjadi perhatian banyak pihak, baik di Jakarta sendiri maupun sampai di daerah-daerah lain, bahkan mungkin juga sampai ke manca negara.

Karangan bunga itu ternyata bukan hanya datang dari warga Jakarta tetapi juga dari warga luar Jakarta. Bahkan kabarnya karangan bunga yang ada di balai kota tersebut mencapai 5.016 buah (sumber: Kompas.com), dan karena keterbatasan tempat di balai kota, karangan bunga yang akan diberikan ke Ahok dan Djarot itu sampai diletakkan mengelilingi kawasan Monas dan sekitarnya.

Fenomena ini baru pertama kali terjadi dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Bagimana mungkin seseorang yang kalah dalam suatu Pemilihan Kepala Daerah justru mendapatkan respon yang sangat luar biasa besarnya dari warga yang pernah dipimpinnya?

Tentunya karangan bunga tesebut adalah sebuah bentuk/simbol dari masyarakat untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan suatu pesan. Simbol yang disampaikan akan bermakna bagi pihak lain bila simbol bunga tersebut dimaknai sama dengan yang dimaksud oleh pengirim/pemberinya. Jadi, pemaknaan terhadap ribuan karangan bunga yang terkirim tersebut sangat bergantung pada pemaknaan masing-masing. Oleh karena itu, tidak salah bila pengiriman ribuan bunga itu sebagai dukungan moral, rasa simpati, dukungan pada aparat dalam bertindak, atau sebaliknya tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai bagaian dari rekayasa, bahkan pencitraan.

Menurut saya, dari fenomena karangan bunga ini sebagai bentuk komunikasi politik mengandung sisi positif dan negatifnya.

Sisi positifnya, dengan mengirim karangan bunga tersebut situasi politik yang panas di Jakarta belakang-belakangan ini bisa mendingin, kehebohan massa dalam jumlah besar yang rawan memunculkan konflik, bahkan kerusuhan bisa dihindari. Di sisi lain, para pedagang serta pengrajin karangan bunga juga memperoleh rezeki yang tidak terduga. Sisi negatifnya, banyaknya sampah yang dihasilkan justru menimbulkan pandangan negatif dari pihak lain.

Dari penjelasan saya diatas, bila dikaitkan dengan teori Lasswell maka:
  • Who, disini tertuju oleh komunikator yang tidak lain adalah sebagian warga Jakarta dan warga dari luar Jakarta.
  • Says What, yaitu pesan yang disampaikan oleh komunikator. Melalui karangan bunga, pesan yang disampaikan pada fenomena komunikasi politik tersebut adalah ucapan terima kasih, rasa sedih, apresiasi, bahkan juga dukungan kepada Ahok & Djarot.
  • In Which Channel, dari penjelasan diatas kita bisa melihat melalui media apa sebagian warga Jakarta dan warga dari luar Jakarta menyampaikan pesan yang ingin disampaikan. Yaitu dengan karangan bunga, dengan begitu ini merupakan media terbaru yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesannya politiknya.
  • To Whom, pesan yang disampaikan melalu karangan bunga tertuju untuk pasangan gubernur Ahok & Djarot yang akan melepas jabatannya karena kalah dalam PILKADA 2017 lalu, dan para aparat yang telah bertugas.
  • With What Effect, dampak umum yang dihasilkan begitu beragam, dari antusiasme masyarakat yang tinggi hingga berbagai presepsi yang timbul di masyarakat, mulai dari positif sampai negatif. Namun, dari fenomena karangan bunga tersebut sebagai bentuk komunikasi politik mengandung dampak positif dan negatif yang pasti. Dampak positifnya pesan yang disampaikan tertuju langsung kepada Ahok & Djarot, terbuka sehingga masyarakat bisa menilai secara langsung. Sedangkan dampak negatifnya, ketidak efektifan dalam berkomunikasi karena memerlukan biaya yang cukup besar, memerlukan tempat yang luas, dan meninggalkan sampah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar